tirto.id - Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi salah satu instrumen dari lambang negara. Sebagai semboyan Bangsa Indonesia, kalimat Bhinneka Tunggal Ika tertulis di lambang negara, yakni Garuda Pancasila.
Bhinneka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan NKRI dalam Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lebih lanjut, regulasi mengenai semboyan negara diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.
Pada Pasal 1 disebutkan bahwa semboyan itu ditulis di atas pita yang dicengkram oleh Garuda sebagai lambang negara Republik Indonesia.
Pada pasal 5 dijelaskan bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa kuno yang ditulis dengan huruf latin.
Berdasarkan data sejarah, Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang diambil dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular pada abad 14.
Mengutip buku Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Nasional terbitan Pusat Pengkajian MPR RI, istilah Bhinneka Tunggal Ika pertama kali digunakan pada tahun 1950 dalam sebuah Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat.
Berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid II, semboyan Bhinneka Tinggal Ika dimasukkan ke dalam lambang negara. Dengan posisi menempel di pita yang dicengkeram Burung Garuda, ungkapan dalam bahasa Jawa kuno itu disetujui oleh semua peserta sidang tanpa penolakan.
Warisan Budaya Indonesia Kenalkan Kuliner Jawa di Gathering Bhinneka Tunggal Ika
Keberagaman yang Bersatu
Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya dari Sabang-Merauke. Banyak perbedaan itulah yang membuat Indonesia dikatakan sebagai negara yang unik. Meski berbeda-beda, semangat persatuan dan kesatuan untuk negara tetap harus berkobar.
Kekayaan Budaya dan Keunikan
Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan, tradisi, kesenian, dan bahasa. Keempat aspek warisan para leluhur itulah yang harus kita jaga hingga akhir hayat.
Persatuan dalam Perbedaan
Walau banyak perbedaan, hal itu tidak boleh dijadikan alasan bagi rakyat Indonesia untuk bersatu. Setiap rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan.
Nah, itulah sedikit penjelasan mengenai sejarah dan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan kamu mengenai Pancasila ya!
Editor: Johnny Johan Sompotan
BHINNEKA Tunggal Ika adalah semboyan bangsa yang tertulis pada simbol negara, Garuda Pancasila. Frasa Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna berbeda-beda tapi tetap satu. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular.
Kitab Sutasoma atau Kakawin Sutasoma merupakan karya sastra yang merupakan peninggalan oleh Mpu Tantular. Kitab ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan tercipta di akhir abad ke-14.
Menurut buku Pesona dan Sisi Kelam Majapahit oleh Sri Wintala Achmad, kitab Sutasoma digubah di bawah naungan Sri Ranamanggala. Gubahan tersebut memuat ide-ide religius, mengenai agama Buddha Mahayana dan hubungannya dengan agama Siwa.
Kitab Sutasoma memiliki rangkuman isi yang menceritakan upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma. Dengan melakukan semedi di suatu candi, Sutasoma mendapatkan anugerah dan pergi ke pegunungan Himalaya. Sekembalinya dari sana, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Sutasoma.
Arti dan Makna Bhinneka Tunggal Ika, Semboyan Nasional Indonesia
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika ternyata berasal dari Kitab Sutasoma yang karya Mpu Tantular. Ia membuat kitab tersebut pada masa Kerajaan Majapahit.
Lantas, seperti apa sejarah dan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma tersebut? Berikut ini ulasannya dirangkum berbagai sumber, Sabtu (7/10/2023).
Pengertian Bhinneka Tunggal Ika dalam Buku Sutasoma
Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular ditulis pada masa kerajaan Majapahit, tepatnya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, sekitar abad ke 14.
Hasan Irsyad dkk dalam jurnal STILISTIKA Vol. 9 No. 2 Juli–Desember 2016 menjelaskan bahwa pada kakawin inilah dapat ditemukan teks asli Bhinneka Tunggal Ika, yakni pada pupuh CXXXIX bait kelima baris empat.
Rizal Mustansyir dalam Jurnal Filsafat Agustus ’95 menulis bahwa istilah Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa dari bahasa Sansekerta, “Bhinneka”, “Tunggal”, dan “Ika” berasal dari kata "Bhinna + Ika" yang berarti "berbeda-beda itu"; "Tunggal" artinya satu; "Ika" yang berarti "itu".
Jadi istilah "Bhinneka Tunggal Ika" secara etimologis berarti: Berbeda-beda itu dalam satu itu. Kata itu yang pertama merupakan rangkaian dengan kata "Bhinna", yakni "berbeda-beda itu".
Kata "itu" yang kedua secara deiktik mengacu pada bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika dalam arti yang luas yaitu, beranekaragam etnik, budaya dan agama, namun ada dalam kesatuan yakni bangsa Indonesia.
Kesatuan di sini merupakan hasil kesepakatan bangsa Indonesia untuk mengatasi keanekaragaman yang ada, sehingga dapat mencegah timbulnya konflik.
Bhinneka Tunggal Ika dalam hal ini mengandung aspek keharusan (das Sollen) bagi keutuhan bangsa Indonesia.
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan nasional Indonesia. Arti dari simbol tersebut adalah berbeda-beda tetapi tetap satu meski ada perbedaan namun tetap harus bersatu.
Bhinneka Tunggal Ika sendiri terdapat pada Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Kakawin berbahasa Jawa Kuno itu ditulis olehnya pada masa kekuasaan Raja Majapahit, Hayam Wuruk tepatnya pada akhir abad ke-14.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan bangsa Indonesia, merupakan kutipan dari Kitab Sutasoma.
Kutipan kata-kata itu diambil pada pupuh 139 bait lima yang berbunyi sebagai berikut.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Pada bait itu dijelaskan bahwa meski Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat tetap dikenali.
Sebab Buddha dan Siwa adalah tunggal, meski berbeda.
Sehingga bila diterjemahkan, kata bhinneka berarti ragam, tunggal berarti satu, dan ika berarti itu.
Jadi, menurut asal kata, semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Baca Juga: 4 Fungsi Pancasila sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum, Apa Saja?
Nah, kata-kata itu dianggap sesuai dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan ras.
Kecocokan itu membuat kata-kata Bhinneka Tunggal Ika dicantumkan dalam lambang negara Garuda Pancasila.
Hingga kini semboyan tersebut masih sesuai dan perlu terus dipelajari serta diamalkan oleh semua masyarakat Indonesia.
Kapan Kitab Sutasoma dibuat?
Petunjuk: cek di halaman 1!
Lihat juga video ini, yuk!
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
Belajar Empati dengan Berbagi, SPK Jakarta Nanyang School Kunjungi Panti Asuhan Desa Putera
Apa yang dimaksud Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa?
Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma diambil dari kalimat lengkap Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
Dalam aksara latin, bait lengkap Bhinneka Tunggal Ika berbunyi: “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.”
Terjemahannya: “konon antara ajaran Buddha dan Hindu berbeda, namun kapan Tuhan dapat dibagi-bagi, sebab kebenaran Jina dan Siwa adalah tunggal, berbeda itu tapi satu jualah itu, tak ada dharma (jalan kebaktian/kebaikan) yang mendua tujuan.”
Kitab Sutasoma menunjukkan bahwa dalam sejarah Majapahit abad ke-14 semangat toleransi kehidupan beragama sangat tinggi.
Digambarkan bahwa dua agama besar Hindu dan Budha hidup secara bersama dengan rukun dan damai. Kedua agama besar itu beriringan di bawah payung kerajaan, pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk.
Oleh karena itu meskipun Budha dan Siwa merupakan dua substansi yang berbeda, namun perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan, karena kebenaran Budha dan kebenaran Siwa bermuara pada hal Satu. Mereka memang berbeda, tetapi sesungguhnya satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.
tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Balqis FallahndaPenulis: Balqis FallahndaEditor: Iswara N Raditya & Balqis Fallahnda
JAKARTA, iNews.id - Sejarah dan makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma perlu diketahui oleh semua orang, tak terkecuali warga negara Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semboyan tersebut dapat kita temukan di Garuda Pancasila.